Pemahaman adil dalam menghukumi ini tentunya memerlukan pentafsiran
yang valid, karena batasan adil sendiri masih sangat umum dan terdapat banyak
versi. Hanya dengan meneliti tafsir ahkam bagi ayat-ayat tentang adil saja yang
dapat menghasilkan konsep menghukumi dengan adil dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Q.S An-Nisa ayat
58 dan Al-Maidah ayat 42
1.
Q.S An-Nisa ayat 58
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”. [Q.S. (4) : (58)]
2. Q.S
Al-Maidah ayat 42
سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ
أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ
حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: 42.
mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram[1].
jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika
kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu
sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara
itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil. [Q.S Al-Maidah (5): (42)]
B. Tafsir Ayat
1.
Tafsir QS. An-Nisa ayat 58
Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ayat
itu berbicara mengenai dua komponen utama. Pertama firman-Nya; إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat”. Ini merupakan salah satu ayat penting yang
mencakup seluruh agama dan syariat.
Ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang ditujukan
dalam ayat tersebut. Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Aslam, Syahr bin Hausyab dan
ibnu zaid berkata “Ini ditujukan secara khusus bagi pemimpin-pemimpin kaum
Muslimin”, yaitu Nabi Saw dan para pemimpin-pemimpin lalu orang-orang setelah
itu. Ibnu Juraij dan lainnya berkata “Ayat ini secara khusus ditujukan untuk
Nabi Saw perihal kunci ka’bah sebagaimana dalam asbabun Nuzul”.[2]
Barra’ Bin Azib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan
Ubay bin Ka’ab berpendapat bahwa ayai ini bersifat umum, sehingga amanah itu
dalam setiap hal. Dalam hal wudhu’ shalat, zakat, janabah, puasa, timbangan,
takaran, dan titipan. Ibnu Abbas berkata, “Allah tidak memberi keringanan bagi
orang yang susah maupun senang, (hendaklah) mereka memegang amanah. Imam
Al-Qurthubi mengatakan ini merupakan ijma’, mereka juga sepakat bahwa amanat
kembali kepada baik dan mereka yang jahat.[3]
Kedua, Firman-Nya; وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ “apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. Adh-dhahak berkata, “Dengan
bukti bagi yang mengaku dan sumpah bagi yang mengingkari”, ini ditujukan untuk
wali, pemimpin dan para hakim dan termasuk kategori ini setiap orang yang
memegang amanat.[4]
2. Tafsir QS.
Al-Maidah ayat 42.
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ maksudnya adalah orang-orang yahudi itu suka
mendengarkan dan menerima berita bohong dari para pendetanya. أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ maksudnya mereka banyak
memakan harta haram seperti menyuap, melakukan praktik riba, dan memakan hasil
prostitusi. فَإِنْ جَاءُوكَ
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ maksudnya adalah jika orang-orang yahudi itu
datang kepadamu wahai Rasul, untuk meminta keputusan, kamu bebas memilih untuk
memberikan keputusan atau tidak. Pilihan ini kemudian dinasakh dengan firman
Allah yang lain, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah”. وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا maksudnya jika kamu berpaling dari mereka
Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ maksudnya dan jika kamu memutuskan perkara
mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil,
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.[5]
C. Asbabun Nuzul dan Munasabah
1.
Asbabun Nusul Q.S An-Nisa 58
Setelah kota Mekah jatuh ke tangan kaum
muslimin dengan peristiwa fathu al-makkah Rasulullah Saw memanggil
Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci Ka’bah. Sewaktu Utsman bin Thalhah pergi
untuk menghadap Rasulullah Saw untuk menyerahkan kunci Ka’bah, Abbas berdiri
seraya berkata “Wahai Rasulullah demi Allah, serahkanlah kunci Ka’abh kepadaku,
biar aku rangkap jabatan yang selama ini sebagai pemegang pengairan”. Mendengar
kata-kata itu Ustman bin Thalhah menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan
kunci tersebut kepada Rasulullah Saw. Kemudian beliau bersabda “Wahai Ustman
bin Thalhah berikanlah kunci itu kepadaku!”. Utman berkata “ini dia amanat dari
Allah!”. Selanjutnya Rasulullah berdiri untuk membuka pintu Ka’bah, kemudian
keluar dan melakukan tawaf di Baitullah. Sehubungan dengan itu turunlah
malaikat jibril dengan membawa perintah dari Allah Swt agar kunci tersebut
dikembalikan kepada Utsman bin Thalhah. Rasulullah pun segera melaksanakan
perintah Allah tersebut.[6]
2.
Asbabun Nuzul Q.S Al-Maidah 42
Pada suatu ketika ada laki-laki dari bani
Fadak telah melakukan perzinahan. Orang-orang Fadak menulis surat kepada para
pembesar orang-orang yahudi di Madinah untuk meminta penjelasan hukum tentang
orang yang melakukan perzinahan kepada Rasulullah Saw. Apabila Muhammad
memutuskan hukum untuk dijilid, maka akan kami terima ketentuan itu. Namun jika
memerintahkan untuk dirajam, maka tidak perlu diterima ketentuan tersebut.
Orang-orang Yahudi mengajukan pertanyaan tersebut kepada Rasulullah Saw, dan
beliau memberikan jawaban agar dirajam, sehingga orang-orang Yahudi tersebut
tidak dapat menerima ketentuan tersebut. Peristiwa itu melatar belakangi
turunnya ayat ke-42 yang dengan tegas memerintahkan agar hukum-hukum dari Allah
ditegakkan sebagaimana mestinya, yang pelaksanaannya harus penuh keadilan dan
kebijaksanaan.[7]
3.
Munasabah ayat
Jika kita perhatikan dengan seksama antara QS.
An-Nisa ayat 58 dan QS. Al-Maidah ayat 42 ini saling berkaitan. Hal ini
terlihat dari firman-Nya; وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ “apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” dan juga وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ “dan jika kamu memutuskan perkara
mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil”.
D. Pokok Kandungan
Meskipun kedua ayat tersebut turun dengan latar belakang yang berbeda, pertama
berkaitan dengan kunci ka’bah, dan kedua berkaitan dengan orang
yahudi yang meminta Nabi untuk memutuskan suatu hukum, namun secara garis besar
kedua ayat di atas berbicara mengenai perintah menyampaikan amanah pada yang
berhak dan juga perintah agar bersifat adil dalam menentukan suatu keputusan.
E. Hadis Nabi dan Pendapat Mufassir
1.
Apa itu adil?
Jika kita perhatikan, dari dua ayat yang
penulis sebutkan di atas, ternyata ada dua kata yang berbeda namun memilki
pengertian yang hampir sama. Pada surah An-Nisa Allah menyebutkan adil denga
kata al-adl. Sedangakan pada surah Al-Maidah Allah menyebutkan adil
dengan kata al-qisth. Para ulama yang pakar dalam bahasa arab
menyebutkan bahwa kata ‘adl merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (عَدَلَ-يَعْدِلُ-عَدْلًا- وعُدُوْلًا- وعَدَاَلةً) yang makna pokoknya adalah الإستِوا = keadaan lurus. Adapun
qisth arti asalnya
adalah "bagian" (yang wajar dan patut).[8]
Untuk perbedaannya sendiri penulis belum menemukan
perbedaan yang signifikan. Sebab dari beberapa buku dan artikel yang penulis
baca, masing-masing memilki pandangan yang berbeda.
Dalam wikipedia disebutkan bahwa adil bermakna suatu sikap
yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil
adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif
(hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. orang yang adil
selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada
kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun
agama. Hal ini didasarkan dengan firman Allah;
وَلا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى
Artinya; “...dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa...”.(QS. Al-Maidah ayat 8).[9]
2. Hadis
terkait dengan adil
Berkaitan dengan perintah agar berbuat adil
dalam memutuskan suatu perkara sebagaimana yang tersebut dalam QS. An-Nisa dan
Al-Maidah di atas, Rasulullah Saw bersabda;
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ وَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي
النَّارِ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ
وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ
قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهَذَا
أَصَحُّ شَيْءٍ فِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ
(رواه أبو داود)
Artinya: “Dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Hakim itu ada tiga; satu orang di Surga dan
dua orang berada di Neraka. Yang berada di surga adalah seorang laki-laki yang
mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya, seorang laki-laki yang
mengetahui kebenaran lalu berlaku lalim dalam berhukum maka ia berada di
Neraka, dan orang yang memberikan keputusan untuk manusia di atas kebodohan
maka ia berada di Neraka." Abu Daud berkata, "Hadits ini adalah yang
paling shahih dalam hal tersebut, yaitu Hadits Ibnu Buraidah yang mengatakan;
Hakim ada tiga…."(HR. Abu Daud)[10]
Hadis di atas menunjukan bahwa, pemutus perkara itu harus bersifat adil,
sebab jika tidak demikian maka neraka yang akan dimasukinya. Sebaliknya jika
pemutus perkara itu dapat berbuat adil maka syurga yang akan dimasukinya. Dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah memuji orang-orang yang dapat
berlaku adil. Beliau bersabda;
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ
الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي
حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا(رواه المسلم)
Artinya; “Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar
(panggung) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar Rahman 'azza wajalla -sedangkan
kedua tangan Allah adalah kanan semua-, yaitu orang-orang yang berlaku adil
dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang di
bebankan kepada mereka.” (HR. Muslim)[11]
Mengenai kelebihan bagi seorang hakim rasulullah juga bersabda;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya; “dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah
pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil,
seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang
laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling
mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah
karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita
kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang
bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir
kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena
menangis." (HR. Bukhari)
Hadis di atas menunjukan bahwa seorang Imam yang adil kelak di akhirat akan
mendapatkan kenaungan di mana tidak ada kenaungan selain dari kenaungan Allah. Dalam
hadis tersebut memang tidak disebutkan hakim, namun dari penjelasan dosen tafsir
saya, hakim yang adil juga termasuk dalam kategori di atas. Sebab hakim adalah
seorang imam di pengadilan.
Rasulullah Saw bersabda;
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ
عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ
أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ (رواه البخارى)
Artinya; “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang
akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin
dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan
tanggung jawabnya tersebut." Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan
seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin
akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari).[12]
3.
Pendapat
mufassir
Menurut Imam al-Syaukani dalam tafsirnya Fath al-Qadîr,
ketika menafsirkan ayat وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ beliau menjelaskan bahwa
Yang dimaksud dengan adil adalah menetapkan keputusan hukum yang bersandar
kepada ketentuan al-Kitab dan al-Sunnah. Apabila tidak ditemukan nash yang
sharih, bisa dengan hasil ijtihad dari seorang hakim yang mengetahui hukum Allah
Swt dan yang paling dekat dengan kebenaran.[13]
Rasulullah Saw bersabda;
عَنْ عَمْرِو
بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ
وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ(رواه البخارى)
Artinya; “dari 'Amru bin 'ash ia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang hakim mengadili dan
berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim berijtihad, lantas ijtihadnya
salah (meleset), baginya satu pahala.” (HR. Bukhari).[14]
Jika ada pertanyaan bolehkah seorang hakim Muslim menolak permintaan dari
non Muslim untuk menyelesaikan sengketa mereka berdasarkan firman Allah dalam
surah al-maidah ayat 42 فَإِنْ
جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ (“Jika mereka (orang
Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu)
di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka”)?
Jawabannya tidak boleh, sebab menurut para
ulama tafsir, ayat itu telah dinasakh. Ayat tersebut diturunkan ketika Nabi
baru saja menginjakan kaki di Madinah, dan pada saat itu jumlah orang-orang
Yahudi masih banyak. Ketika islam sudah kuat, Allah menurunkan ayat وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah” (QS. Al-Maidah ayat 49). Pendapat ini dikemukakan oleh
An-Nuhas, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Az-Zuhri, Umar bin Abdul Aziz, dan
As-Suddi. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang paling shahih dari pendapat
Asy-syafi’i.[15]
Apakah pemimpin boleh menjatuhkan hukuman pada
non Muslim padahal mereka tidak meminta untuk diputuskan?
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal
tersebut. Dijelaskan dalam tafsir Al-Qurthubi bahwa sebagian ulama berpendapat
jika seorang imam mengetahui hukuman untuk ahlul kitab di antara sekian
banyak hukuman Allah bagi mereka, maka dia harus menjatuhkan hukuman tersebut,
meskipun mereka tidak meminta keputusan kepadanya. Mereka yang berpendapat
seperti ini berargumen dengan firman Allah ...وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ... “dan hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara” (Qs. Al-Maidah ayat 49) mengandung dua
hal;
a. Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka, jika mereka meminta putusan kepada mu.
b. Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka, meskipun mereka tidak meminta putusan kepada mu, jika kamu mengetahui
putusan tersebut untuk mereka.
Dalil yang mereka jadikan sandaran adalah
firman Allah;
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ
Artinya; “Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah”. (QS. An-Nisa ayat 135)
Selain itu juga
dengan hadis Rasulullah Saw dari al-Barra Ibn Azib, dia berkata, “Dilewatkan
kehadapan rasulullah seorang lelaki yahudi dalam keadaan ditahmim (wajahnya
dihitamkan dengan arang) dan di dera. Beliau bersabda “Apakah itu hukuman
penzina bagi kalian”? mereka menjawab, “ya.” Beliau kemudian memanggil
seorang laki-laki dari ulama mereka. Beliau bersabda kepada laki-laki itu, “aku
bertanya kepadamu (karena) Allah. “Apakah itu hukuman penzina bagi
kalian?”lelaki itu menjawab, “tidak.”[16]
4. Kriteria
hakim yang berbuat adil
Dari beberapa literatur yang penulis baca, ada beberapa
kriteria hakim itu dikatakan adil.
a. Hakim
tidak memutuskan perkara dalam keadaan marah
وَعَنْ ابي
بَكْرَة رَضِيَ الله عَنْهُ قالَ :" سَمِعْتُ رَسُوْلُ الله صَلى الله
عَليْهِ وَالسّلمَ يَقولُ : لايَحْكُمُ اَحَدٌ بَيْنَ اثنَيْنِ
وَهُوَغَضْبَانٌ"(متفق عليه)
Artinya :“Dari Abu bakrah Mengabarkan : “saya
mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda :”Seorang Hakim tidak boleh memutuskan
persengketaan diantara dua orang dalam keadaan marah”. ( HR:
Bukhari-Muslim).
Rasulullah Saw melarang seorang hakim memutus
suatu perkara dalam keadaan marah, lantaran kemarahan itu besar pengaruhnya
terhadap ketenangan berfikir, sehingga hukum yang akan diambilnya adalah tidak
setepat apabila pikiran dalam keadaan hening.[17]
b.
Hakim mendengarkan kedua belah pihak
عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام
قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى
الْيَمَنِ قَاضِيًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تُرْسِلُنِي وَأَنَا حَدِيثُ
السِّنِّ وَلَا عِلْمَ لِي بِالْقَضَاءِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ سَيَهْدِي قَلْبَكَ
وَيُثَبِّتُ لِسَانَكَ فَإِذَا جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْكَ الْخَصْمَانِ فَلَا
تَقْضِيَنَّ حَتَّى تَسْمَعَ مِنْ الْآخَرِ كَمَا سَمِعْتَ مِنْ الْأَوَّلِ
فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يَتَبَيَّنَ لَكَ الْقَضَاءُ قَالَ فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا
أَوْ مَا شَكَكْتُ فِي قَضَاءٍ بَعْدُ (رواه أبو داود)
Artinya: “Dari Ali ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengutusku ke Yaman sebagai hakim, lalu kami katakan,
"Wahai Rasulullah, apakah anda akan mengutusku sementara saya masih muda
dan tidak memiliki ilmu mengenai peradilan?" Kemudian beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah akan memberi petunjuk kepada hatimu, dan meneguhkan
lisanmu. Apabila ada dua orang yang berseteru duduk di hadapanmu maka janganlah
engkau memberikan keputusan hingga engkau mendengar dari orang yang lain,
sebagaimana engkau mendengar dari orang yang pertama, karena sesungguhnya
keputusan akan lebih jelas bagimu." Ali berkata, "Setelah itu aku
tetap menjadi hakim atau aku tidak merasa ragu dalam memberikan
keputusan." (HR. Abu Daud).[18]
c.
Memutus perkara berdasarkan keterangan kedua belah pihak.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ
إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ
فَأَقْضِي عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ
شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْهُ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ النَّارِ(رواه
البخارى)
Artinya; “dari Ummu Salamah radliallahu 'anha, Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Saya hanyalah manusia biasa, dan
kalian seringkali mengadukan sengketa kepadaku, bisa jadi sebagian diantara
kalian lebih pandai bersilat lidah daripada lainnya sehingga aku putuskan
seperti yang kudengar, maka barangsiapa yang kuputuskan menang dengan
menganiaya hak saudaranya, janganlah ia mengambilnya, sebab sama artinya aku ambilkan
sundutan api baginya”. (HR. Bukhari).
d. Hakim tidak menerima suap
عن أبى هريرة
رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لعن رسول الله على الرشى
والمرتشى (رواه . أحمد وأبو داود والترمذى)
Artinya
“Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata: Rasulullah
saw, bersabda: kutukan Allah menimpa atas orang yang menyuap dan orang yang
menerima suap dalam hukum.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan
Tirmidzi).[19]
F. Petunjuk, Hukum, dan Pelajaran Yang Terdapat Dalam Ayat
Dari pembahasan
yang telah penulis paparkan, ada beberapa petunjuk yangdapat kita ambil
darinya.
1.
Pemutus perkara
itu harus bersifat adil, sebab jika tidak demikian maka neraka yang akan
dimasukinya. Yang dimaksud dengan adil adalah memutuskan perkara sesuai pada
proposisinya.
2.
Bagi seorang
hakim tidak diperbolehkan menolak perkara yang diajukan kepadanya meskipun yang
mengajukan adalah seorang non Islam.
3.
Ada beberapa
kriteria untuk menetapkan bahwa hakim itu adalah seorang yang adil. Di
antaranya adalah
a.
Hakim tidak
memutusakan perkara tidak dalam keadaan marah.
b.
Hakim
mendengarkan kedua belah pihak.
c.
Hakim
memutusakan suatu perkara berdasarkan keterangan kedua belah pihak.
d.
Hakim tidak
menerima suap dari salah satu dua belah pihak yang berperkara atau bersengketa.
[1]Seperti uang sogokan dan sebagainya.
[2]Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi bagian 5(Terjemah Al-Jami’ Li Ahkami Al-Quran), cet 1,
Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 606.
[5]Wahbah Az-Zuhaili dkk, Al-mausu’atul Qur’aniyaul Muyassarah, alih
bahasa tim kuwais, Jakarta: Gema Insani, cet 1, 2007, h. 234.
[6]A. Mudjab Mahali, asbabun Nuzul: Studi
Pendalaman Al-Qur’an, Cet 1, Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2002, h.
223-224.
[10]HR. Abu Daud No 3102, Software kutub at-tis’ah.
[11]HR. Muslim No 4306, Software kutub at-tis’ah.
[13]Http://Wahyudisetiawan.Wordpress.Com/2009/10/28/Menjadi-Pemimpin-Yang-Adil-Dan-Amanah/ diakses tanggal 13-11-2014.
[14]HR. Bukhari no 6805, Software kutub at-tis’ah.
[15]Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi bagian 6..., h. 446
[19]Mardani, Hadis Ahkam.., h. 384.
ka ijin nulis ya buat tugas, makasih banyak bantu pisan,,
BalasHapusOk, silakan semoga bermanfaat. Jgn lpa sertakan sumber :D
BalasHapusmakasih sbelumnya.
BalasHapusiyyah jika nanti saya ambil buat tugas trus sy tulisnya sumber dari mna!!
Why is online gambling legal in the US?
BalasHapusOnline 바카라그림보는법 gambling 해외 안전 놀이터 is op사이트 one of the fastest growing industries worldwide. The demand for casinos to be on the 파라오 슬롯 move is strong, with a 일반인 후방 casino player