Nama: Hasan Qosim
Nim : 1202110397
Tugas: Fikih Siyasah & Jinayah
Dosen : Drs. Surya Sukti, M.A
PENGERTIAN JARIMAH, JENIS dan
SANKSINYA
A. Pengertian
Jarimah
Jarimah atau tindak pidana disefinisikan oleh
Imam Al-Mawardi sebagai berikut:
مَظْرُوْرَاتٌ شَرْعِيَّةٌ
زَجَرَ اللهُ عَنْهَا بِحَدٍّ اَوْ تَعْزِيْرٍ
Artinya: “Segala larangan syara’ (melakukan
hal-hal yang dilarang atau meninggalkan hal-hal yang wajib dilakukan) yang di
ancam dengan hukuman had atau ta’zir.”
[1]
[1]
B. Jenis
Jarimah dan Sanksinya
Jarimah itu dapat dibagi menjadi
beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya
para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta
ditegaskan atu tidaknya oleh Alquran atau Alhadis. Atas dasar ini mereka membaginya
menjadi tiga macam, yakni jarimah Hudud, jarimah Qishash/diyat, dan jarimah ta’zir.
1. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.
Hukuman had sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah: “Hukuman had adalah
hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah. Jarimah hudud meliputi perzinahan, qadzab (menuduh zina),
minum khamar (meminum minuman keras), pencurian, perampokan, pemberontakan, dan
murtad.
Adapun sanksi pada kasus jarimah hudud, hal tersebut
telah ditetapkan hukumannya dalam Alquran. Sebagai contoh adalah seorang yang
pekerjaannya adalah mencuri maka hukuman bagi dirinya sebagaimana yang tertera
dalam Alquran yaitu potong tangan.
2. Jarimah qishash/diyat
Jarimah qishash/diyat adalah jarimah yang diancam dengan
hukuman qishas dan diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau
walinya). Baik qishas maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah
ditentukan syara’ dan merupakan hak individu.
Adapun sanksi yang diberikan pada kasus jarimah qishas
ataupun diyat yakni hukuman yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukan.
Misalkan seorang membunuh dengan sengaja, maka hukumannya adalah bunuh juga.
Kecuali bila keluarga korban memaafkaannya maka hukumannya diganti dengan
diyat.
3. Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir adalah jarimah yang hukumannya bersifat
mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman
yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum ta`zir juga dapat dikenakan
atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan
awalnya mubah. Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan
mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada
tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak
kecil.
Sanksi dari jarimah ta’zir bermacam-macam. Hal tersebut
tergantung kepada keputusan penguasa yang berkuasa. Sebagai contoh adalah
seorang anak yang ketahuan mencuri makanan di warung. Ia tidak dapat dikenakan
hukuman sebagaimana orang dewasa, namun ia dihukum ta’zir, yakni pendidikan dan
nasehat yang tegas agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatannya kembali.[2]
C. Komentar
Penulis
Menurut hemat saya ada suatu permasalahan yang
cukup menarik untuk dikaji kembali. Yakni hukum di Indonesia bagi koruptor yang
nampaknya tidak dapat membuat orang lain (orang-orang yang belum merasakan uang
korupsi) tidak berani untuk melakukan
korupsi. Berkaitan dengan hal ini seharusnya dibuat bentuk hukuman baru agar orang-orang yang belum
merasakan uang korupsi tidak berani untuk melakukan tindakan tersebut. Pemerintah
harus berani mengambil keputusan yang mungkin akan dianggap oleh sebagian orang
sebagi tindakan yang terlalu kejam, misalkan dengan menjatuhkan hukuman mati
bagi koruptor yang korupsi hingga triliunan
rupiah.
Seandainya
hukuman mati bagi orang yang korupsi hingga triliunan rupiah diterapkan, hal
tersebut sama sekali tidak bertentangan hukum Islam. Dalam teori double
movement yang digagas oleh Fazlur Rahman disebutkan bahwa setiap hukum yang
ada di dalam Alquran mempunyai dua unsur pokok, yakni ideal moral dan legal
formal. Yang dimaksud dengan ideal moral adalah tujuan dari hukum
tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan legal formal adalah bentuk
hukuman. Menurut Fazlur Rahman ideal moral (tujuan) dari suatu hukum
wajib diterapkan sepanjang masa. Sedangankan legal formal dari suatu hukum dapat dirubah sesuai
dengan situasi dan kondisi masyarakat yang ada.
Berdasarkan teori Fazlur Rahman ini, dapat
diketahui bahwa ideal moral dari hukuman bagi seorang yang pekerjaannya
mencuri adalah agar pencuri tadi jera dan orang lain tidak berani untuk
melakukan tindakan tersebut. Adapun legal formal-nya adalah dengan
potong tangan yang oleh para ulama sekarang ditafsirkan dengan memotong
kekuasaanya untuk melakukan suatu tindakan pencurian.
Menurut hemat saya bentuk hukuman bagi seorang
koruptor yang korupsi hingga triliunan rupiah pada saat sekarang haruslah
diganti dengan hukuman yang benar-benar dapat mempersempit keinginan seorang
untuk melakukan korupsi. Hal ini semata-mata agar tercapainya ideal moral dari
hukum yang tertera dalam Alquran.
[2]Achmuza, “Pengertian jarimah dan Macam-macamnya”, Artikel, http://achmuzajack.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
diakses tanggal 22-04-2014 pukul 22: 12 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar