Pages

Jumat, 12 Desember 2014

Pemikiran Fazlur Rahman



Fazlur  Rahman (1919 M- 1988 M) dikenal dalam islamic studies sebagai tokoh intelektual Islam modernis yang tergolong brilliant. Sebagai tokoh intelektual Islam,  Fazlur Rahman tidak menutup mata terhadap tantangan kehidupan modern yang penuh dengan permasalahan.  Berdasarkan keadaan ini nampaknya membuat  Fazlur Rahman berpikir keras untuk menemukan suatu metode yang mampu mengatasi problem yang  muncul dikalangan umat Islam.

Pada dasarnya untuk mengatasi suatu problem, umat Islam memerlukan pemahaman terhadapa Alquran dan Sunah Nabi yang menjadi sumber hukum dan pedoman hidupnya. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami Alquran dan Sunah, Fazlur Rahman menawarkan sebuah teori yang dikenal dengan istilah teori gerak ganda (double movement theory). Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa Alquran diturunkan dan kembali pada masa sekarang. Lantas bagaimana penjelasan rincinya? Berikut akan penulis paparkan.
A.    Biografi singkat Fazlur Rahman
Fazlur Rahman selanjutnya disebut Rahman dilahirkan pada tanggal 21 September 1919 di Hazara sebelum terpecahnya India yang sekarang merupakan bagian dari Pakistan. Dia berasal dari keluarga religius, ayahnya Maulana Shihabuddin adalah alumni dari sekolah menengah terkemuka di India Darul Ulum Deoband. Di Doeband ayahnya belajar kepada beberapa tokoh yang terkemuka, diantaranya Maulana Mahmud Hasan (wafat 1920) atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Al-Hind dan seorang fakih terkenal Maulana Rasyid Ahmad Gangohi (wafat 1905)[1]
Pada masa kanak-kanak, Rahman mendapatkan pendidikan formal di Madrasah, di samping itu Rahman juga mendapatkan pembelajaran keislaman oleh ayahnya. Rahman telah belajar ilmu-ilmu keislam semenjak dini, meliputi bahasa Arab, Persia, Retorika (Mantiq), hadis, tafsir, fiqh, dan sebagainya. Pada usia 10 tahun, Fazlur Rahman telah menamatkan hafalan Aquran. Ini mencerminkan betapa ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang religius. Meskipun Fazlur Rahman dibesarkan dalam kultur agama yang dianggap tradisional, itu tidak berarti bahwa dia terikat dengan pemikiran madzhab yang dianutnya.[2] Fazlur Rahman memiliki sikap kritis yang membuat dirinya menjadi seorang pemikir yang berbeda dengan kebanyakan orang. Sikap kritisnya tersebut terlihat ketika keputusannya untuk melanjutkan studi ke Barat, Oxford University, Inggris.[3]
B.  Double Movement Theory
Double movement theory atau dalam bahasa Indonesia disebut teori gerak ganda adalah teori yang digunakan oleh Rahman dalam memahami Alquran dan Hadis Nabi. Dalam pandangan Rahman Alquran adalah firman Allah yang pada dasarnya adalah satu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral bagi manusia, dan bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah hukum-hukum dasar seperti salat, puasa dan haji. Menurutnya, dari awal hingga akhir, Alquran selalu memberikan penekanan pada semua aspek moral yang diperlukan bagi tindakan kreatif manusia. Oleh karenanya, kepentingan sentral Alquran adalah manusia dan perbaikannya.
Hal yang senada juga diungkapkan Rahman mengenai sunnah Nabi Saw. Ia beranggapan bahwa sunnah Nabi Saw merupakan substansi perbaikan manusia. Dan oleh karena itu, menghidupkan al-sunnah merupakan suatu keharusan dalam melakukan pembaharuan. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sejumlah aturan-aturan hukum di dalam Alquran dan al-Sunnah tidaklah bersifat final melainkan berlaku untuk selamanya, senantiasa berubah dengan landasan utamanya yaitu kesesuaiaannya dengan alam realitas yang selalu berubah pula, baik waktu atau tempatnya.[4]
Dari latar belakang pemikirannya itu, Rahman menggunakan teori gerak ganda atau teori double movement yang ia prakarsai dalam memberi pandangan terhadap Alquran, khususnya terhadap ayat-ayat hukum.Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa Alquran diturunkan dan kembali pada masa sekarang.[5]
1.      Situasi sekarang menuju ke masa turunnya Alquran
Maksud gerak pertama pada teori Fazlur Rahman ini adalah menghendaki adanya pemahaman makna Alquran dalam konteks kesejarahannya baik secara spesifik di mana kejadian itu berlangsung (mikro) maupun secara global bagaimana kondisi sekitar kejadian itu pada umumnya (makro).[6] Hasil pemahaman ini akan dapat membangun makna asli (original meaning) yang dikandung oleh wahyu ditengah-tengah konteks sosial, moral era kenabian, sekaligus juga dapat diperoleh gambaran situasi dunia yang lebih luas pada umumnya saat ini. Penelitian dan pemahaman pokok-pokok semacam itu akan menghasilkan rumusan narasi atau ajaran Alquran yang koheren tentang prinsip-prinsip umum dan sistematik serta nilai yang melandasi berbagai perintah-perintah yang bersifat normatif. Di sinilah, peran penting konsep sebab turunnya ayat (asbãb an-nuzũl).[7]
Menurut hemat penulis secara sederhana, dalam gerak yang pertama ini seseorang akan memperoleh dua hal, yakni ideal moral dari suatu hukum dan legal formal atau bentuk dari suatu hukum tersebut.
2.      Situasi dari masa turunnya Al-Qur’an kembali ke masa sekarang
Adapun yang dimaksud dengan gerak kedua ini adalah adalah upaya untuk menerapkan prinsip dan nilai-nilai sistematik dan umum dalam konteks penafsiran pada era kontemporer sekarang. Untuk mempraktikan gerak kedua ini tentunya mensyaratkan sebuah pemahaman (analisis) yang kompleks terhadap suatu permasalahan.[8]
Konstruksi pemikiran Rahman tentang hermeneutika Alquran dengan teori gerak gandanya adalah merupakan respon terhadap penafsiran dan pemahaman Alquran yang bersifat “anomistis”[9] serta pemahaman dan pendekatan sepotong-sepotong terhadap Alquran yang biasa digunakan oleh para mufasir abad pertengahan, bahkan juga oleh para mufasir tradisional era kontemporer sekarang. Puncak dari penafsiran dan pemahaman Alquran yang bersifat anomistis ini adalah ketika munculnya ideologi penerapan hukum yang kering, yakni pada era di mana fungsi hukum tidak dapat memelihara, melindungi dan mengayomi budaya hukum yang selalu bergerak dinamis dan energetik. [10] Pada wilayah kerja yang sesungguhnya bersifat dialektis anatara hukum dan etik, para penafsir hukum, ulama, dai, para tokoh dan organisasi sosial keagamaan hanya meletakkan tekanan pada ayat-ayat Alquran yang terisolasi antar satu dan yang lainnya dan hanya mampu mengemukakan contoh-contoh yang sangat khusus. Sangat sedikit perhatian pada prinsip-prinsip umum (general principle) yang berada di bawah berbagai ayat-ayat atau tema-tema yang khusus.[11]
Contoh sederhana dari teori gerak ganda Fazlur Rahman ialah dalam hal poligami.[12] Dalam hal poligami ini Fazlur Rahman telah memberikan penjelasan tentang poligami yang oleh para fuqaha dianggap sebagai asas perkawinan yang sah menurut Islam dalam Alquran surah An-Nisa ayat 3;
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا ﴿۳﴾
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.S. An-Nisa:3)
Pada gerak pertamanya Rahman mencoba mengangkat aspek historis ayat dengan latar belakang sosial budaya yang berlaku tentang status wanita pada waktu turunnya ayat. Menurutnya masyarakat Arab ketika itu didominasi oleh kaum lelaki dan posisi kaum wanita sangatlah rendah, sehingga wajar saja ketika bunyi teks Alquran menyesuaikan dengan kondisi zaman dan konteks turunnya ayat dan hal ini dirasakan sangat bersifat temporal. Dengan mengambil nilai yang lebih universal dari gerak pertamanya yaitu tentang persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, Rahman beranjak ke gerakan kedua. Menurut Rahman, adalah sangat pelik untuk mempertahankan keadaan berdasarkan ayat-ayat tersebut bahwa masyarakat harus tetap seperti masyarakat Arab abad ke-7 M, atau masyarakat abad pertengahan pada umumnya, dia berpandangan bahwa anggapan mayoritas ulama tentang monopoli kaum laki-laki atas perkawinan sama sekali tidak dicuatkan dari Alquran.[13]
Rahman mengatakan bahwa poligami merupakan perkawinan yang bersifat kasuistik dan spesifik untuk menyelesaikan masalah yang ada pada saat itu, yaitu tindakan para wali yang tidak rela mengembalikan harta kekayaan anak yatim setelah anak itu menginjak usia cukup umur atau balig. Lantas Alquran membolehkan mereka (para wali) mengawini perempuan yatim itu dijadikan istri sampai batas empat orang.Tujuan Alquran di sini adalah untuk menguatkan bagian-bagian masyarakat  yang lemah, seperti, orang-orang miskin, anak-anak yatim kaum wanita, budak-budak, dan orang-orang yang terjerat hutang, sehingga tercipta sebuah tatanan masyarakat yang etis dan egaliter. [14]
C.     Kelemahan Double Movement Theory
Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya yang berjudul Teori gerak Ganda (Metode Baru Intinbat hukum ala Fazlur Rahman) mengatakan bahwa teori gerak ganda ini memiliki beberapa kelemahan.  Di antara kelemahan teori gerak ganda yang sering disoroti sebagian pengamat adalah teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus
yang bisa ditemukan teksnya dalam Alquran dan Sunah yang diketahui latar belakang sosio-historisnya. Sedangkan pada kasus-kasus yang hanya bisa ditemukan teksnya sementara latar belakangnya tidak diketahui atau bahkan sama sekali tidak ditemukan teksnya, teori ini tidak dapat diterapkan dan Rahmanpun tidak memberikan penjelasan. Dengan ketidakjelasan ini dapat disimpulkan bahwa teori ini hanya berkepentingan untuk memberikan metode yang terbatas pada pemahaman terhadap teks wahyu daripada sebuah metode penggalihan hukum itu sendiri.
Penilaian ini diperkuat oleh fakta bahwa Rahman sendiri menamakan usaha memahami Alquran dengan cara menerapkan teori gerak ganda sebagai bentuk qiyas yang sesungguhnya. Sebagaimana diketahui qiyas hanya mungkin dilakukan manakala kasus hukum yang baru memiliki padanannya dalam teks wahyu. Jadi tidaklah mengherankan bila teorinya ini tidak bisa diterapkan pada kasus-kasus yang tidak diketahui latar belakang sosio-historisnya teks dalam Alquran dan Sunnah[15]
Selain bahwa dalam kenyataannya teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bisa ditemukan teksnya dalam Alquran dan Sunnah yang diketahui latar belakang sosio-historisnya, teori ini juga sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat Islam pada umumnya yang telah mendapat doktrin klasik  “Apa yang ada di Alquran harus dilakukan sesuai bunyi teks Alquran tersebut dan tidak boleh dirubah-rubah”.
Berbeda dengan teori gerak ganda, metode pemahaman, khususnya metode istinbat hukum, terhadap teks-teks wahyu yang selama ini dipraktekkan para ulama dan yang kemudian diajarkan secara luas dalam bentuk ilmu usul fikih jauh lebih mudah dimengerti dan diterapkan. Seorang penafsir Alquran, misalnya, tidak perlu repot-repot mencari dan memahami konteks sosio-historis munculnya hukuman potong tangan bagi pencuri karena sudah begitu jelas disebutkan dalam teks. Mereka hanya perlu memastikan pengertian yang dikandung dalam lafaz nas tersebut dari aspek 'amm-khass,  haqiqah-majaz dan sebagainya.[16]
D.    Pengaruh Pemikiran Fazlur Rahman Terhadap Pembaharuan Hukum Islam
Terlepas dari pendapat Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa salah satu pemikiran Rahman yakni teori Gerak Ganda mempunyai kelemahan, namun secara nyata pemikirannya telah melanda hampir seluruh dunia melalui karya tulisnya yang telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Hal ini menunjukan bahwa pemikiran Rahman dapat diterima kaum Muslim dari berbagai konteks sosio kultural terlebih lagi oleh mereka yang sibuk mempelajari [17]
Kehadiran Fazlur Rahman dalam peta pemikiran hukum Islam seolah-olah merupakan jawaban metodologi dan pembaharuan hukum Islam yang selama ini menjadi perdebatan di antara para ahli hukum Islam. Di Indonesia sendiri ada beberapa tokoh yang ikut menaruh perhatian yang sangat serius terhadap pembaharu hukum Islam seperti Hazairin dan Hasbi ash-Shiddieqy. Jika melihat usaha yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Indonesia terhadap pembahauan hukum Islam yang ada di Indonesia ternyata menunjukan adanya kecenderungan kepada corak New-Modernisme yang selalu dikemukakan oleh Fazlur Rahman. Ini dapat direpresantikan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi produk legislasi di Indonesia. Ciri-cirinya adalah; pertama, mempertimbangkan seluruh tradisi Islam, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern; kedua, pembedaan antara Islam normatif dan historis; ketiga, digunakannya metode ilmiyah dalam upaya reformasi hukum Islam, berdasarkan khazanah intelektualisme Islam klasik dan akar-akar spiritualisme Islam; keempat, Penafsiran Alquran dan Al-sunah secara historis, sosiologis dan kronologis; kelima, ada antara pembedaan ideal moral dan legal spesipik, dengan mengedepankan ide moral; keenam, upaya mensistematis metode penafsiran modernisme klasik; dan ketujuh memasukan masalah kekinian kedalam pertimbangan reinterpretasi Alquran.[18]




[1]Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, Cet II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,  2001, h. 1.
[2]Labib Muttaqin, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Doktrin Kewarisan Islam Klasik”, Jurnal kajian hukum Islam /vol-6 No-2-2013, h. 3.
[3]Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontemporer, Cet I, Yogyakarta, 2002, h. 45.
[4]Ibid.
[5]Jamal Abdul Aziz, “Teori gerak Ganda (Metode Baru Istinbat hukum ala Fazlur Rahman) Jurnal  Hermeneia\Vol-6 No-2-2007, h. 2.
[7]Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia, Jakarta:  PT. RajaGrafindo Persada, 2006, h. 136.       
[8]Ibid.,h. 137.
[9]Berkaitan dengan analisis sampai ke bagian yangg sekecil-kecilnya sehingga melupakan bahwa bagian-bagian itu ada hubungannya.
[10]Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia..., h. 137-138.
[11]Ibid.,h. 138.
[15]Jamal Abdul Aziz, “Teori gerak Ganda..., h. 18.
[16]Ibid., h. 20.
[17]Abdul Manan, Reformasi hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persda, 2006, h. 236.
[18]Ibid., h. 228-232.

1 komentar: