Pages

Senin, 01 Desember 2014

KONSEKUENSI BAGI ORANG YANG BERNIAT MENUNTUT ILMU.


Pada masa sekarang ini istilah penuntut ilmu atau anak sekolahan sudah tidak asing lagi di mata dan telinga masyarakat. Bahkan hampir disemua lapisan masyarakat pasti ada yang menuntut ilmu (sekolah). Yang menjadi ironi adalah ketika banyak sekali yang mengatakan bahwa kualiats para penuntut ilmu pada saat sekarang ini jauh berbeda dengan kualitas para penuntut ilmu pada masa yang lalu. Benarkah demikian?

Statement seperti itu mungkin tidak sepenuhnya benar dan mungkin tidak sepenuhnya salah. Dapat kita saksikan banyak para penuntut ilmu sekarang yang pemikirannya lebih cerdas dan lebih kritis dibanding dengan penuntut ilmu pada masa lalu. Namun anehnya, di mata masyarakat para penuntut ilmu sekarang yang cerdas dan kritis terkadang dipandang dengan sebelah mata. Mengapa demikian?
Salah satu faktor penyebabnya mungkin terletak pada kesungguhan orang yang menuntut ilmu tadi. Ia tidak sadar akan konsekuensi dari kata “penuntut ilmu.” Pada masa sekarang banyak di antara orang yang cerdas dalam berfikir namun kurang cerdas dalam beramal. Ada beberapa di antara teman, ketika menerima pelajaran otaknya sangat agresif atau istilah kerennya “otaknya  nyantolan”. Tapi anehnya ketika dalam praktiknya ia tidak memilki kesungguhan dan terkesan malas untuk mengaplikasikan teori yang ia dapat.
Padahal ketika seseorang sudah mengdeklarasikan dirinya sebagai penuntut ilmu, maka seketika itu juga ia terkena beban sebagai penuntut ilmu. Apa itu?
Habib Abdullah al-Hadad dalam kitab beliau Risalah Muawanah menyebutkan bahwa orang yang berniat menuntul ilmu kemudian ia mendapatkan ilmu tersebut, maka sepatutnya ia mengaplikasikan ilmu yang ia dapat. Sebab jika tidak demikian maka niat yang telah ia pasang dapat dikatakan rusak. Beliau berkata;
ويشترط لصدق النية أن لا يكذبها العمل، فمن يطلب العلم، مثلاً، ويزعم أن نيته في تحصيله أن يعلم ويعلِّم، فإن لم يفعل ذلك عند التمكين منه فنيته غير صادقة،
“Dan disyaratkan di dalam niat yang baik dimana harus dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar (niyatushoodiqoh).”
Dalam kehidupan bermasyarakat,cerdas, pandai berbicara dan kritis dalam berfikir bukanlah satu-satunya sorotan utama. Yang menjadi sorotan utama ialah ketika dalam pengaplikasian sehari-hari seseorang dapat berperilaku baik, memberikan manfaat, dan  tidak menyakiti orang lain. Imam Al-Ghazali dalam bidayatul Hidayah berkata;
وطباع الناس إلى المساعدى في الأعمال أميل منها إلى المتابعة في الأقوال
Tabiat manusia lebih terpengaruh oleh apa yang dilihat ketimbang meng­ikuti apa yang diucap.”
Kesimpulan
Konsekuensi orang yang berniat untuk menuntul ilmu adalah mengaplikasikan ilmu yang ia dapat. Sebab jika ia tidak mengaplikasikannya disamping ia memilki kemampuan untuk mengaplikasikannya maka niatnya untuk menuntut ilmu telah rusak. Selain itu ia juga berkewajiban untuk menjaga perilakunya sebagai penuntut ilmu. Hal ini dimaksudkan agar ia tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Wallahu’alam
                                                                                                

3 komentar:

  1. Artikel yang bagus. (y)

    BalasHapus
  2. Apakah manfaat niat dalam menuntut ilmu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Niat menentukan segala perbuatan seseorang. Apakah karena Allah atau sebaliknya. Apabila karena Allah maka ia akan mendapat pahala, jika tidak maka ia tidak mendapat apa-apa.

      Hapus