Pada masa sekarang ini istilah penuntut ilmu
atau anak sekolahan sudah tidak asing lagi di mata dan telinga masyarakat.
Bahkan hampir disemua lapisan masyarakat pasti ada yang menuntut ilmu
(sekolah). Yang menjadi ironi adalah ketika banyak sekali yang mengatakan bahwa
kualiats para penuntut ilmu pada saat sekarang ini jauh berbeda dengan kualitas
para penuntut ilmu pada masa yang lalu. Benarkah demikian?
Statement seperti itu mungkin tidak sepenuhnya
benar dan mungkin tidak sepenuhnya salah. Dapat kita saksikan banyak para
penuntut ilmu sekarang yang pemikirannya lebih cerdas dan lebih kritis
dibanding dengan penuntut ilmu pada masa lalu. Namun anehnya, di mata
masyarakat para penuntut ilmu sekarang yang cerdas dan kritis terkadang
dipandang dengan sebelah mata. Mengapa demikian?
Salah satu faktor penyebabnya mungkin terletak
pada kesungguhan orang yang menuntut ilmu tadi. Ia tidak sadar akan konsekuensi
dari kata “penuntut ilmu.” Pada masa sekarang banyak di antara orang
yang cerdas dalam berfikir namun kurang cerdas dalam beramal. Ada beberapa di
antara teman, ketika menerima pelajaran otaknya sangat agresif atau istilah kerennya
“otaknya nyantolan”. Tapi anehnya
ketika dalam praktiknya ia tidak memilki kesungguhan dan terkesan malas untuk
mengaplikasikan teori yang ia dapat.
Padahal ketika seseorang sudah
mengdeklarasikan dirinya sebagai penuntut ilmu, maka seketika itu juga ia
terkena beban sebagai penuntut ilmu. Apa itu?
Habib Abdullah al-Hadad dalam kitab beliau
Risalah Muawanah menyebutkan bahwa orang yang berniat menuntul ilmu kemudian ia
mendapatkan ilmu tersebut, maka sepatutnya ia mengaplikasikan ilmu yang ia
dapat. Sebab jika tidak demikian maka niat yang telah ia pasang dapat dikatakan
rusak. Beliau berkata;
ويشترط
لصدق النية
أن لا
يكذبها العمل،
فمن يطلب
العلم، مثلاً،
ويزعم أن
نيته في
تحصيله أن
يعلم ويعلِّم،
فإن لم
يفعل ذلك
عند التمكين
منه فنيته
غير صادقة،
“Dan disyaratkan di dalam niat yang baik dimana harus
dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia
bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu
yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka
niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar (niyatushoodiqoh).”
Dalam kehidupan bermasyarakat,cerdas, pandai berbicara
dan kritis dalam berfikir bukanlah satu-satunya sorotan utama. Yang menjadi
sorotan utama ialah ketika dalam pengaplikasian sehari-hari seseorang dapat
berperilaku baik, memberikan manfaat, dan
tidak menyakiti orang lain. Imam Al-Ghazali dalam bidayatul Hidayah
berkata;
وطباع الناس إلى المساعدى في الأعمال أميل منها إلى
المتابعة في الأقوال
“Tabiat manusia
lebih terpengaruh oleh apa yang dilihat ketimbang mengikuti apa yang diucap.”
Kesimpulan
Konsekuensi orang yang berniat untuk menuntul
ilmu adalah mengaplikasikan ilmu yang ia dapat. Sebab jika ia tidak
mengaplikasikannya disamping ia memilki kemampuan untuk mengaplikasikannya maka
niatnya untuk menuntut ilmu telah rusak. Selain itu ia juga berkewajiban untuk
menjaga perilakunya sebagai penuntut ilmu. Hal ini dimaksudkan agar ia tidak
dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Wallahu’alam
Artikel yang bagus. (y)
BalasHapusApakah manfaat niat dalam menuntut ilmu?
BalasHapusNiat menentukan segala perbuatan seseorang. Apakah karena Allah atau sebaliknya. Apabila karena Allah maka ia akan mendapat pahala, jika tidak maka ia tidak mendapat apa-apa.
Hapus