Dalam ilmu nahwu, “dhommah” adalah salah satu tanda dari
tanda-tanda “rofa’”. Secara lafdziah
kata dhommah berarti bersatu.
Sedang kata rofa’berarti
tinggi. Maksudnya, bila kita dapat bersatu dengan sesama, dapat menjaga
kesatuan dan persatuan, dapat mempererat tali ukhuwah, bukan tidak mungkin kita
akan menjadi umat yang terhormat dan tinggi (rofa’) di antara bangsa dan umat
lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
”Bersatulah
kalian pada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian berpecah belah” (Ali Imran: 103). Sementara untuk
mendapatkan derajat tinggi harus memenuhi syarat, di antaranya adalah iman.
Firman Allah SWT:
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ
“Janganlah
kalian merasa hina dan sedih, padahal kamu tinggi jika kamu beriman (Ali Imran: 139).
Ada beberapa keriteria sehingga
orang bisa mendapatkan derajat rofa’ (tinggi). Sebagaimana dijelaskan
dalam Al Jurumiyah, bahwa di antara kedudukan kalimat yang mendapat hukum rofa’
atau marfu’ (yang diberi penghargaan tinggi) adalah: fa’il, naib fa’il, mubtada’, khobar dan tawabi’
marfu’(sesuatu yang mengikuti segala kalimat
marfu’) seperti sifat (na’t), badal, taukid dan ‘atof. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Fa’il
(aktivis). Bila kita ingin menjadi orang yang dihargai, tinggi dan tidak
terhina, maka hendaklah kita berbuat, bekerja dan berusaha, tidak berpangku
tangan atau hanya mengharap belas kasih orang lain. Hanya orang yang aktif dan
pro aktiflah (fa’il) yang membuahkan karya-karya dan amal dan menjadi
terhormat di lingkungannya. Firman Allah SWT: “Dan
katakanlah (hai Muhammad): Bekerjalah kalian! sesungguhnya pekerjaan kalian
akan dilihat oleh Allah, RasulNya dan kaum mu’minin” (At Taubah :
105). Sabda Nabi Muhammad SAW: “ tangan di atas
(pemberi) lebih baik dari tangan di bawah(peminta)”.
2. Naib
fa’il (mewakili tugas-tugas aktivis) adalah tipe kedua orang
yang mendapat derajat tinggi. Meskipun ia berkedudukan sebagai wakil, tapi ia
menjalankan pekerjaan yang dilakukan fa’il walau harus menjadi penderita dalam
kedudukannya sebagai kalimat. Sebagai contoh dalam hal ini adalah sahabat Ali
ra. Beliau pernah menggantikan Rasulullah di tempat tidurnya dengan resiko yang
tinggi berupa pembunuhan yang akan dilakukan para pemuda musyrikin Makkah saat
Rasulullah berencana melaksanakan hijrah ke Madinah. Contoh lain adalah para
huffadz yang diutus Rasulullah untuk mengajarkan agama atas permintaan salah
satu suku di jazirah Arab, namun nasib mereka naas dikhianati dan dibunuh para
pengundang. Mendengar hal itu, Rasulullah pun membacakan do’a qunut nazilah
sebagi rasa ta’ziyah. Dengan do’a dari Rasul tersebut, tentu saja mereka yang
wafat mendapat kedudukan mulia di sisi Allah, juga oleh sejarah.
3. Mubtada (pioneer), orang yang pertama melahirkan ide-ide
positif kemudian diaplikasikannya di tengah-tengah masyarakat sehingga berguna
bagi kehidupan manusia adalah orang yang pantas mendapat derajat rofa’ (tinggi).
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: “ Barang
siapa memulai sunnah hasanah (ide positif dan konstruktif) maka baginya pahala
dan pahala orang yang melakukan ide (sunnah) tersebut”. Ada pepatah
Arab mengatakan demikian:
الفضل
للمبتدئ وان أحسن المقتدى
“Penghargaan itu hanyalah milik orang
pertama memulai, walaupun orang yang datang kemudian dapat melakukannya lebih
baik”
4. Khobar (informasi). Mereka yang memiliki khobar (informasi)
itulah orang yang menguasai. Demikian salah satu ungkapan dalam ilmu
komunikasi. Di dunia ini sebenarnya tidak ada orang yang lebih banyak ilmunya
dari seorang lain. Yang ada adalah karena orang itu lebih banyak mendapatkan
dan menyerap informasi dari lainnya. Membaca buku, apapun buku itu, sebenarnya
kita sedang menyerap sebuah informasi. Dan sebanyak itu informasi yang kita
dapatkan sebesar itu pula kadar maqam kita. Informasi dapat kita peroleh
melalui berbagai cara, termasuk di dalamnya pengalaman.
5. Tawabi’
Marfu’ (Mereka yang mengikuti jejak langkah orang yang mendapat
derajar tinggi). Jelas, siapa saja yang mengikuti langkah dan perjuangan mereka
yang mendapat derajat tinggi, maka mereka akan dihargai. Allah berfirman: “Sungguh dalam diri Rasulullah ada suri tauladan yang
patut ditiru bagimu”. Ayat ini menegaskan kepada kita untuk
mengikuti Rasulullah yang telah mendapatkan maqoman mahmuda (kedudukan
terpuji) di sisi Allah agar kita mendapat hal yang sama di sisiNya. Di samping
itu, salah satu orang yang akan mendapat derajat tinggi adalah para penuntut
ilmu. Firman Allah SWT : “Allah akan mengangkat
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi ilmu dengan
beberapa derajat” (Al Mujadalah: 11). Ilmu adalah warisan para nabi,
dan siapa yang mengikuti (tabi’) langkah nabi ia akan mendapat kehormatan (rofa’)
Dikutip dari tulisan H. Muhammad Jamhuri Lc. MA
0 komentar:
Posting Komentar